ASMAUL HUSNA

Aplikasi Asma Al Husan dalam kehidupan sehari-hari

29716074_236672243570951_8356962599358693376_n1. Ar Rahman dan Ar Rahim (Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang)

Orang yang menghayati sifat Allah Ar Rahman dan Ar Rahim, akan berusaha memantaskan dirinya pada sifat kasih sayang dan rahmat.[1] Contoh sikap yang dilakukan seseorang yang menghayati bahwa Allah bersifat Ar Rahman dan Ar Rahim adalah :

  1. Saling tolong menolong tanpa melihat ras, suku, maupun tingkat keimanan.
  2. Kasih sayang terhadap makhluk Allah yang lain.
  3. Dan lain sebagainya

2.             Al Malik (Maha Raja/yang Maha Berkuasa)

Orang yang menghayati sifat Allah Al Malik, jika dia adalah seorang pemimpin maka dia akan berusaha menjadi pemimpin yang tidak sewenang-wenang. Karna dia tau bahwa masih ada Allah yang Maha Berkuasa. Berusaha bersikap adil dan bijaksana.

3.             Al Quddus (Yang Maha Suci)

Orang yang menghayati sifat Allah Al Quddus, yaitu Allah yang Maha Suci. Ia akan berusaha untuk mensucikan dirinya. Baik jasmani maupun rohani. Dan bukan hanya berusaha membersihkan diri, tapi juga mensucikan nama Allah swt juga. Allah yang Maha Suci dari sifat-sifat makhlukNya. Ia tidak akan meragukan keberadaanNya. Dan tidak akan berusaha untuk menggambarkan bagaimana kesempurnaan Allah swt yang tidak akan dapat dicapai oleh nalar manusia.

4.             As Salam (Yang Maha Sejahtera)

Orang yang meneladani sifat Allah As Salam, maka ia akan berusaha untuk menghilangkan segala penyakit hati. Seperti dengki dan hasad. Agar mereka selamat dari segala kejahatan pada diri mereka pula.

5.             Al-Mukmin (Yang Maha Terpercaya)

Seseorang yang meneladani Allah dalam sifat Al-Mukmin ini, maka ia akan mampu memberi rasa aman dari diri peneladan kepada semua makhluk-makhluk Allah.            Selalu berusaha untuk menepati janji. Dan selalu bersikap jujur.

6.             Al Muhaimin (Yang Maha Memelihara)

Seseorang yang menghayati makna sifat ini akan menyadari bahwa Allah menguasai dan mengetahui gerak geriknya bahkan detak detik jantungnya.[2] Maka, ia akan berusaha untuk selalu bersikap baik dan menghindari segala bentuk hal maksiat.

7.             Al-Aziz (Yang Maha Perkasa)

Seseorang yang menghayati makna Al-Aziz akan memelihara diri dan menjaga kehormatannya sehingga tidak akan mengulurkan tangan untuk mengemis bahkan meminta. Allah swt juga telah menegaskan. Bahwa muslim yang kuat itu lrbih baik dari muslim yang lemah.

8.             Al Jabbar (Yang Kehendaknya Tidak Diingkari)

Pendapat sementara ulama yang menyakan bahwa sifat ini tercela bagi manusia, bahkan manusia tidak mungkin mampu menyandangnya. Namun, demikian Imam Ghazali berpendapat bahwa sifat ini dapat disandang oleh manusia terpuji. Yaitu Nabi Muhammad saw.

9.             Al Mutakabbir (Yang Memiliki Kebesaran)

Seseorang yang menghayati sifat Allah Al Mutakabbir, ia menjauhi sifat takabur. Karna, ia tahu bahwa yang pantas memilikinya adalah hanya Allah swt.

10.         Al Khaliq (Yang Maha Pencipta) , Al- Bari (Yang Mengadakan dari Tiada) , Al- Mushawwir (Yang Membuat Bentuk)

Ketiga sifat ini, diduga oleh sementara orang memiliki makna yang sama. Iman Ghazali melihat seorang hamba Allah yang menghayati makna ketiga Asma Al-husna ini, maka ia akan selalu bersyukur dalam segala hal, tidak mudah putus asa atas apapun yang belum dimiliki, dan selalu memikirkan bahwa sesuatu yang Ia ciptakan pasti ada manfaatnya.

11.         Al Ghaffar ( Yang Maha Pengampun)

Orang yang menghayati sifat Allah Al-Ghaffar ini hendaknya selalu beristigfar meminta ampun kepada Allah swt, karna ia tau bahwa Allah adalah sang Maha Pengampun. Seseorang yang meneladani aifat Allah ini juga akan memiliki sikap mudah memaafkan. Karna ia berfikir, jika Allah saja Maha Pengampun mengapa hambanya sombong sekali, tidak mau memaafkan kesalahan sesamanya. Dan ia pun akan menytupi aib orang lain.

 

 

12.         Al-Qahhar (Yang Maha Perkasa)

Seseorang yang meneladani sifat Allah Al-Qahhar, hendaknya terlebih dahulu menyadari tujuan penciptaannya sebagai manusia. Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di bumi. Untuk meksud tersebut, manusia harus menyiasati dirinya serta menundukkan, menjinakkan dan menguasai segala sesuatu yang dapat menghalangi tujuan penciptaan itu.

13.         Al-Wahhab (Yang Maha Memberi)

Seorang manusia tidak dapat menjadi Wahhab, karna tidak satu aktivitaapun yang luput dari suatu tujuann. Karna dilihat dari definisinya, bahwa Al-Wahhab adalah Yang Maha Memberi tanpa meminta imbalan. Tapj, manusia dapat berusaha untuk menjadi dermawan.

14.         Ar Razzaq ( Maha Memberi Rezeki )

Seseorang yang menghayati sifat Allah ini harus menyadari bahwa tiada Pemberi Rezeki kecuali Allah swt. Mengukuhkan keyakinan atas jaminan rezeki dari Allah.

15.         Al-Fattah (Yang Maha Pembuka)

Orang yang menghayati sifat Allah ini, ia menyadari bahwa Allah adalah Sang Pembuka semua pintu. Maka fikirannya tidak mungkin akan mengarah keselain-Nya.

16.         Al Alim (Yang Maha Mengetahui)

Dalam meneladani sifat Al-Alim, manusia hendaknya terus menerus berupaya menambah ilmunya.[3]

17.         Al-Qabidh Wa Al-Basith  (Yang Maha Menyempitkan, Yang Maha Melapangkan)

Seseorang yang meneladani sifat Allah dala kedua sifat ini, hendaknya memperhatikan setiap uluran tangan atau pengekangannya harus mempertimbangkan hikmah dan kebijaksanaanya.[4] Bisa dengan sikap yang tidak boros.

18.         Al-Khafidh Wa Ar-Rafi (Yang Merendahkan dan Yang Meninggikan)

Imam Ghazali berpesan, “Seseorang yang meneladani Allah dalam sifat ini, hendaknya berusaha untuk selalu meninggikan hak dan kebenaran, merendahkan kebatilan dan keburukan”.[5] Jadi, mereka yang meneladani sifat Allah ini berusaha untuk bersikap jujur, adil dan tidak berpihak pada kebatilan.

19.         Al-Mu’iz Wa Al-Muzil (Yang Memuliakan dan Menghinakan)

Seseorang yang menghayati sifat Allah ini, ia tidak akan bersikap takabur atau sombong. Karna dia sadar, Allah adalah zat yang telah membuatnya mulia. Maka, Allah juga bisa dengan mudah menghinakannya.

20.         Al-Sami’ (Yang Maha Mendengar)

Seseorang yang meneladani sifat Allah ini, bukan saja harus pandai dan tekun mendengar, tapi juga harus memilih apa yang wajar didengarnya untuk dicamkan dan diperkenankan.[6] Bukan hanya untuk memilih sesuatu yang harusnya didengar. Tapi, bagaimana kita juga harus menjaga lisan dari perkataan yang tidak seharusnya.

21.         Al-Bashir (Yang Maha Melihat)

Seorang hamba yang meneladani sifat Allah ini, harus menyadari bahwa mata yang dianugrahkan kepadanya adalah untuk digunakan melihat hal-hal yang baik, dan juga melihat tanda-tanda kebesaran Allah.[7] Hamba itu juga harus menyadari bahwa Allah selalu melihat setiap apa yang dia kerjakan. Maka, hamba itu akan memiliki sifat yang berhati-hati dalam segala hal.

22.         Al-Hakam (Yang Memutuskan Hukum)

Seseorang yang berniat meneladani sifat Allah ini, terlebih dahulu harus dapat mengindahkan ketetapan-ketetapan-Nya itu. Setelah dapat menerima ketetapan-Nya, seseorang itu juga harus melaksanakan bagaimana aturan yang da telah dibuat oleh Allah swt.

23.         Al-Adl (Yang Maha Adil)

Manusia yanng meneladani sifat Allah ini, setelah ia yakin dengan keadilan Allah, ia juga harus bertindak adil kepada keluarga, ibu bapak dan dirinya sendiri.

24.         Al-Lathif (Yang Maha Lembut)

Seseorang yang meneladani sifat Allah ini, hendaknya menghiasi diri dengan akhlak mulia, selalu menjalin hubungan yang harmonis denhan semua pihak, bersikap lembut pada sesama makhkuk Allah, bukan hanya manusia.

 

 

25.         Al-Khabir (Yang Maha Besar)

jika dilihat dari definisi yang menyatakan bahwa khabir berarti Yang Maha Mengenal. Maka, kita sebagai umat islam yang akan meneladani sifat ini hendaknya mengrnal diri kita sendiri, mengetahui gejolak nafsu ahar tidak bertindak atau meniru dan mengikuti selainnya, kecuali atas dasar pengetahuan yang jelas.

26.         Al-Halim (Yang Maha Penyantun)

Hendaklah yang meneladani sifat ini memiliki sikap yang tenang, sabar. Jika ada yang menghndang amarah, atau berlaku jahil pada anda, maka tinggalkan ia, jangan dibalas sikapnya.

27.         Al-Azhim ( Yang Maha Agung)

Hujjatul islam itu hanya menyatakan bahwa Yang Agung dari manusia adalah para nabi dan Rasul. Sementara ulama mengungatkan bahwa mutlak bagi yang mempelajari dan memehami sifat Al-Azhim ini untuk mengagungkan-Nya serta mengagungkan tanda-tanda kebesarannya dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangannya.

28.         Al Ghafur (Yang Maha Pengampun)

Jika dilihat dari definisinya, kata Al-Ghafur sama pengartiannya dengan Al-Ghaffar. Hanya saja ada sedikit penekanan lebih pada Al-Ghafur. Maka prinsip dalam meneladani sifat Allah Al-Ghafar sama dengan apa yang telah dijelaskan dalam Al-Ghaffar.

29.         Asy-Syakur ( Yang Maha Menerima Syukur)

Seseorang yang menghayati sifat Allah ini, ia akan memiliki sifat mudah bersyukur dengan  menggunakan anugrah Ilahi sesuai tujuan penganugerahannya.[8]

30.         Al-’Aliy (Yang Maha Tinggi)

Seseorang dapat meneladani sifat Allah ini sesuai kemampuannya sebagai makhluk. Yaitu dengan menghiasi dirinya dengan ambisi positife guna meraih kemuliaan dan ketinggian, serta melakukan hal-hal mulia yang lebih tinggi lagi.

31.         Al-Kabir (Maha Besar)

Setelah menyadari bahwa kebesaran hanyalah milik Allah, terlebih dahulu ia harus mensucikan hantinya dari sikap takabur, yang dapat muncul karna merasa memiliki iman dan keyakinan yang benar.

32.         Al-Hafidz ( Yang Maha Memelihara )

Meneladani sifat ini menuntut pemeliharaan diri dari segala yang dapat membinasakannya., khususnya memelihara hati dari segaka penyakit-penyakitnya, seperti dengki, hasud, riya’ ,dll.

33.         Al-Muqit (Yang Maha Pemelihara)

Meneladani sifat Allah Al-Muqit, ia harus berupaya mrnyiapkan dan memberikan pangan, atau paling tidak menganjurkan memberikan pangan pada yang membutuhkan.

34.         Al-Hasib (Yang Maha Mencukupi Yang Maha Pembuat Perhitungan)

Sifat Allah ini, tidak dapat disandang kecuali Allah sendiri, karna hanya Allah saja yang dapat mencukupi lagi diandalkan oleh setiap makhluk.[9] Seseorang yang meyakini sifat Allah ini, maka ia akan selalu merqsa tentram, tudak terusik oleh gangguan, tidak kecewa oleh kehilangan materi, dan lain sebagainya.

35.         Al-Jalil (Yang Maha Luhur)

Manusia yang meneladani Allah dalam sifat Al-Jalil, dituntut agar penampilannya selalu indah dan bersih, baik lahit maupun batin.[10]

36.         Al Karim (Yang Maha Mulia)

Orang yang meneladani sifat Allah ini, dituntut untuk menekan sifat kikir yang menyelimuti hatinya, sehingga menjadi peramah dan pemurah.

37.         Ar Raqib (Yang Maha Mengawasi)

seseorang yang meneladani sifat Allah ini harus menyadari bahwa Allah mengawasinya. Jadi, seperti yang telah dijelaskan pada sifat Allah Al Bashir ataupun As-Sami’.

38.         Al-Mujib (Yang Maha Mmemperkenankan)

Seseorang yang meneladani sifat Allah ini, dituntut untuk memperkenankan permintaan yang wajar dari siapapun. Manusia yang meneladani-Nya diharapkan tidak menghilangkan air muka peminta dengan membiarkannya mengulukan tangan apalgi menolaknya. Jauh lebih baik lagi jika ia memberi tanpa harus diminta.

 

 

39.         Al-Wasi’ (Yang Maha Luas)

Dalam sifat Allah ini, kita mengetahui bahwa Ia Maha Luas atas segalanya. Baik ilmu, rezeki dan masih banyak lagi. Maka, seseorang yang menghayati sifat Allah ini akan senantiasa bersabar, dan yakin bahwa Allah telah menyiapkan rezeki, jodoh dan sebagainya  untuk hambanya. Kita hanya perlu berusaha, berdoa dan pasrah.

40.         Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana)

Seserang yang meneladani sifat Allah ini, ia berusaha untuk menjadi sosok yang tidak berat sebelah atau bijaksana. Namun, tentu saja bijaksananya Allah dengan makhluknya tarafnya tetap berbeda.

41.         Al Wadud (Yang Maha Mencintai-Mengasihi)

Orang yang meneladani sifat Allah ini, akan memiliki hati yang lembut. Mengedepankan kepentingan orang lain atau umum terlebih dahulu dari pada diri sendiri.

42.         Al Majid (Yang Maha Mulia)

Sifat ini memiliki konsep yang sama dengan Al Karim dan Al Wahhab.

43.         Al-Ba’ist (Yang Membangkitkan)

Yang meneladani sifat Allah ini, disamping dituntut meyakini keniscayaan hari kebangkitan, dia juga dituntut agar dapat membangkitkan jiwanya, sehingga hidup dengan aqidah yang benar, ilmu pengetahuan yang luas serta semangat juang yang membara.[11]

44.         Asy-Syahid (Yang Maha Menyaksikan/disaksikan)

Seseorang yang meneladani sifat Allah ini, ia dituntut untuk menjadi teladan bagi orang lain.

45.         Al-Haq (Yang Maha Benar /Pasti)

Seseorang yang meneladani sifat Allah ini, ia akan berusaha melakukan segala sesuatu yang haq. Dan meyakini Allah swt adalah benar, jadi kita sebagai hamba lebih dapat mengambil pelajaran dari segala bentuk ketentuan Allah yang telah ditentukan untuk kita.

 

 

46.         Al-Wakil (Yang Maha Mewakili/Pemelihara)

Meneladani sifat Allah ini, menuntut anda untuk tidak menerima perwakilan, jika anda merasa tidak akan mampu melaksankannya, sehingga tidak wajar anda diandalkan. Sebaliknya bila menerimanya maka hendaknya segala daya yang anda miliki anda gunakan untuk meraih yang terbaik untuk mewakilkan anda.

47.         Al Qawiy (Yang Maha Kuat)

Orang yang meneladani sifat Allah ini, terlebih dahulu sadar bahwa sumber segala kekuatan adalah Allah swt. Selanjutnya ia harus berupaya untuk menjadi kuat karena seperti [esan Nabi saw, “Mukmin yang kuat lebih disenangi Allah dari mukmim yang lemah”.

48.         Al Matin (Yang Maha Kokoh)

Seseorang yang menghayati sifat Allah ini, dia berusah menjadi pribadi yang kokoh. Tidak mudah terombang-ambing. Sifat ini lebih menjorok untuk diteladani para tokoh masyarakat dalam pemerintahan.

49.         Al-Waliy (Yang Maha Melindungi)

Kata Waliy juga dapat disandang oleh manusia dalam arti, ia menjadi pecinta Allah, pecinta Rasul, dan pendukung serta pembela arajan-ajaran-Nya.

50.         Al-Hamid (Yang Maha Terpuji)

Yang meneladani sifat ini, dituntut terlebih dahulu menyadari betapa wajar dan berhak Allah untuk dipuji. Ia dituntut untuk menghayati kalimat hamdalah. Apabila ia mendapatkan suatu cobaan, maka ia akan mengucapkan Alhamdulillah.

51.         Al-Muhshy (Yang Maha Menghitung)

Meneladani sifat Allah Al Alim sudah termasuk dalam melakukan teladan sifat Al-Muhshy

52.         Al-Mubdi-u Wa Al-Mu’id (Yang Maha Memulia dan Maha Mengembalikan)

Orang yang menghayati sifat Allah ini, hidupnya akan selalu berusaha berbuat kebaikan. Karna ia yakin setelah kematian ada hari kebangkitan. Dan ia yakin kemuliaan terbaik adalah diakhirat.

 

 

53.         Al-Muhyiy Wa Al-Mumit (Yang Maha Mengidupkan dan Yang Maha Membangkitkan )

Hampir sama seperti contoh sebelumnya. Orang yang meneladani sifat Allah ini, ia akan senantiasa berbuat kebajikan dan meninggalkan kebathilan. Karna ia yakin suatu saat ia juga akan kembali pada sang pencipta,

54.         Al-Hay (Yang Maha Hidup)

Seseorang yang meneladani sifat Allah ini, hendaknya dapat hidup langgeng dan memberi hidup kepada orang lain. Memiliki jiwa yang dermawan pada saudara yang kurang mampu.

55.         Al-Qayyum (Yang Maha Berdiri Sendiri/yang Memenuhi Kebutuhan Makhluk )

Tidak boleh menoleh pada selain Allah dalam memenuhi kebutuhannya. Menggunakan apa yang dihamparkan Allah di alam raya ini untuk menegakkan hidupnya, tanpa mengandalkan kecuali dirinya sendiri.[12]

56.         Al-Wajid (Yang Maha Menemukan)

Saat seseorang meneladani sifat Allah Al Wajid, maka ketika ia menemukan suatu keadaan dimana dibutuhkan satu langkah, maka segera mengambil  langkah yang sesuai. Misal, mengulurkan tangan untuk menangulangi kebutuhan, baik material maupun spiritual.

57.         Al-Maajid (Yang Maha Mulia)

Konsep yang dimilik Al-Maajid sama dengan apa yang tadi dijelaskan pada sifat Al-Majiid.

58.         Al-Wahid – Al-Ahad (Yang Maha Tunggal )

Seseorang yang menghayati dan mengamalkan sifat Allah ini, maka dia tidak akan pernah menoleh pada yang selain Allah. Karna ia telah benar-benar yakin bahwa Allah swt itu satu, tunggal,Esa.

59.         Al-Shamad (Yang Maha dibutuhkan)

Yang meneladani sifat Allah ini terlebih dahulu dituntut untuk mengarahkan segala aktivitasnya kepada dan demi karena Allah, serta tidak bermohon kecuali kepada-Nya.

 

 

60.         Al-Qadir Wa Al-Muqtadir (Yang Maha Kuasa)

Orang yang menghayati sifat Allah ini harus merasakan walau sekelumit qudrat Allah itu. Kesadaran yang mengantarkannya pada keyakinan bahwa dia tidak akan mungkin megalahkan kekuasaan Allah, dan tidak sewenang-wenang. Karna ia tau, Allah dapat kapan saja mencaput kekuasaan yang ia miliki.

61.         Al-Muqaddim Wa Al-Muakhir (Yang Maha Mendahului dan Yang Maha Mengakhir)

Yang meneladani sifat Allah ini, ia akan mengedepankan yang lemah dari kepentingan dirinya sendiri. Dan bila akan mendahulukan sesuatu, maa ia akan memilih berasarkan kemaslahatan terbesar.

62.         Al-Awwal Wa Al-Akhir (Yang Pertama dan Yang Terakhir)

Menjadi yang awal melakukan suatu kebajikan. Senang berlomba dalam kebajikan. Dan yang terakhir atau malah tidak dengan keburukan.

63.          Al-Zahir WA Al-Bathin (Yang Maha Nyata dan Yang Maha Tersembunyi)

Berusaha meninggalkan segala dosa baik yang dzohir maupun yang bathin.

64.         Al-Waly (Yang Maha Memerintahkan )

Yang meneladani-Nya dalam sifat ini, dituntut untuk membimbing masyarakatnya melakukan hal-hal yang sesuai dengan tugas dan kemampuan mereka, mengalihkan dari negatif kepada positif tang baik menjadi lebih baik, dengan memberi perhatian kepada sisi dalam manusia yaitu iman dan taqwanya serta pengetahuan dan tekadnya.

65.         Al-Muta’al (Yang Maha Tinggi)

Peneladanan sifat Al Muta’al tidak jauh berbeda dengan sifat Al ‘Aliy yang telah dibahas pada bagia yang sebelumnya.

66.         Al-Barr (Yang Maha Dermawan)

Orang yang meneladani sifat Allah ini, ia akan berusaha untuk menjadi sosok yang derm=mawan bukan hanya pada sesama manusia, tapi juga makhluk Allah lainnya.

67.         Al-Tawwab +Yang Maha Penerima Taubat )

Sering membaca istighfar, dan selalu melakukan taubat. Dan ia berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Ia juga memiliki jiwa pemaaf pada sesama manusia maupun makhluK Allah lainnya.

 

68.         Al-Muntaqin (Yang Maha Pengancam)

Takut pada Allah karena ancaman-ancaman-Nya, membenci segalakeburukan dan semua pelakunya. Namun, demikian terhadap pelaku keburukan hendaknya kebencian terebut tidak sampai melampaui batas.

69.         Al-’Afuw (Yang Maha Pemaaf)

Konsep Al-’Afuw tidak kurang sama dengan Al Tawwab, yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

70.         Ar-Rauf (Yang Maha Pelimpah Kasih)

Tidak saling membenci, hilangkan penyakit hati seperti iri, dengki dan lainnya. Tidak saling membelakangi, Menjadi hamba Allah yang bersaudara.

71.         Malik Al-Mulk (Pemilik Kerajaan)

Tidak pantas memiliki rasa sombong, karna ia tinggal dibuminya Allah. Bagaimana seseorang bisa sombong padahal dia numpang.

72.         Zul Aljalal Wal Ikram (Pemilik Keluhuran dan Kemurahan)

Seseorang yang meneladani sifat Allah ini, ia dituntut untuk menyambut anugrah tersebut dengan memelihara dan menegakkannya. Tidak tersebut dengan memelihara dan menegakkannya. Tidak mensia-siakannya, tidak juga ingkar terhadap Allah.[13]

73.         Al Muqsith (Yang Maha Adil)

Konsep dari sifat Allah ini, tidak jauh berbeda dari sifat llah Al-Adl yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

74.         Al-Jami’ (Yang Maha Penghimpun )

Manusia yang meneladani sifat Allah ini, mereka dapat menghimpun dalam dirinya budi pekerti luhur yang nampak dalam tingkah lakunya dengn kesucian batin.

 

 

75.         Al Ghaniy Wa Al-Mughniy (Yang Maha Kaya dan Pemberi Kekayaan)

Selalu terpuji dalam sifat dan kadar serta jenis pemberiannya, tidak bosan atau menggerutu dengan berulangnya permintaan, serta selalu memilliki rasa kasih sayang kepada setiap yang butuh.[14]

76.         Al-Mani’( Yang Maha Mencegah )

Ia yakin sepenuhnya akan pembelaan dan pemeliharaan Allah dan bahwa tiada yang dapat melindungi kecuali Dia. Ia berupaya membela dan melindungi hamba-hamba Allah yang taat serta berusaha mencegah segala yang dapat membinasakan mereka.[15]

77.         Ad-Dhar An-Nafi (Yang Memberi Derita, Memberi Manafaat)

Ia tidak akan melakukan sesuastu yang mengakibatkan mudharat terhadap dirinya atau makhluk lain. Dan ia juga akan melakukan sesuatu yang dapat menjadi manfaat untuk dirinya maupun sekitarnya.

78.         An-Nur (Yang Maha Pemberi/Pemilik Cahaya )

Tidak segan untuk meningkatkan dirinya sehingga meraih cahaya Ilahi sebanyak mungkin. Menghindari dari kegelapan.

79.         Al-Hadiy (Yang Maha Pemberi Petunjuk)

Sadar sepenuhnya bahwa petunjuk yang sempurna hanyalah petunjuk Allah. Karena dia harus selalu merujuk kepada Alquran dan sunnah untuk mencari petunjuk yang benar.

80.         Al-Badi’ (Pencipta Pertama)

Berusaha untuk berinovasi dan mengasah ke-kreativitasnya.

81.         Al-Baqiy (Yang Maha Kekal )

Melakukan semua aktivitas dengan mengaitkannya pada Allah swt.

82.         Al-Warist (Yang Maha Mewarisi)

Yang meneladani sifat Allah ini, hendaknya, bila memiliki kemampuan, agar menyumbangkan warisannya kepada keluarga yang lebih membutuhkan. Yang lebih mudah lagi, dapat dengan mewriskan ilmu yang tidak akan pernah habis.

 

 

83.         Ar-Rasyid (Yang Maha Tepat Tindakan-Nya)

Sebenarnya sifat Allah ini tidak akan mampu dimiliki manusia, tapi ia dapat menguapayakan untuk berbuat dengan tepat.

84.         As-Shabur (Yang Maha Penyabar )

Bersabar dalam pembelaan negara, bersabar dalam segala hal. Meyakini bahwa sabar itu tidak ada batasannya, yang membatasi adalah manusianya sendiri.

[1]     M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an. (Ciputat : Penerbit Lentera Hati) 2000. hal.24

[2]     M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an. (Ciputat : Penerbit Lentera Hati) 2000. hal.57

[3]     M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an. (Ciputat : Penerbit Lentera Hati) 2000. hal.116

[4]     M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an. (Ciputat : Penerbit Lentera Hati) 2000. hal.124

[5]     M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an. (Ciputat : Penerbit Lentera Hati) 2000. hal.130

[6]     M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an. (Ciputat : Penerbit Lentera Hati) 2000. hal.138

[7]     M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an. (Ciputat : Penerbit Lentera Hati) 2000. hal.142

[8]     M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an. (Ciputat : Penerbit Lentera Hati) 2000. hal.177

[9]     M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an. (Ciputat : Penerbit Lentera Hati) 2000. hal.196

[10]   M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an. (Ciputat : Penerbit Lentera Hati) 2000. hal.200

[11]   M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an. (Ciputat : Penerbit Lentera Hati) 2000. hal.231

[12]   M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an. (Ciputat : Penerbit Lentera Hati) 2000. hal.291

[13]   M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an. (Ciputat : Penerbit Lentera Hati) 2000. hal.382

[14]   M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an. (Ciputat : Penerbit Lentera Hati) 2000. hal.400

[15]   M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an. (Ciputat : Penerbit Lentera Hati) 2000. hal.404


2 respons untuk ‘ASMAUL HUSNA

  1. An impressive share! I’ve just forwarded thi ontgo a friend who has beedn doing a little research oon this.

    And he actually bought me dinner simply because I discovered iit for him…
    lol. So allow me to reword this…. Thanks for the meal!!
    But yeah, thanx for spending time to discuss this mater here on yor website.

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan Balasan ke Brigette Batalkan balasan