Tauhid Dalam Pandangan Dunia

  1. Dualitas

tauhidKonsep dualitas meniscayakan adanya dua hal yang serba berpasangan dalam kehidupan baik itu yang bersifat lahiriyah seperti adanya siang-malam, terang gelap, kehidupan-kematian, tua-muda, lelaki-wanita, kaya-miskin, dll. Atau yang bersifat abstrak seperti adanya benar-salah, baik-buruk, sebab-akibat, bijak-picik, sempurna-tidak sempurna, bahagia-derita, cinta-benci, dll. Realitas atau kebenaran terdiri atas dua jenis: Tuhan dan bukan Tuhan: khaliq dan makhluk. Pertama, hanya mempunyai satu anggota, yaitu Allah SWT. Dia-lah Tuhan yang kekal, pencipta yang trasnsenden(diluar nalar).” Tidak ada sesuatu yang merupai dengan-Nya. Dia selamanya mutlak Esa dan tiada bersekutu. Kedua, tatanan ruang waktu, pengalaman, penciptaan, menaup semua makhluk, dunia, benda-benda, tanaman dan hewan, manusia, jin dan malaikat, langit dan bumi, surga dan neraka, dan semua salinan serta turunan merea sejak mereka ada.Kedua jenis realitas ini, yakni khaliq dan makhluk, sama sekali dan mutlak berbeda sepanjang dalam wujud atau antologinya, maupun dalam esistensi dan karir mereka. Selamanya mustahil yang satu dapat disatukan, disatukan, dikacaukan atau disebarkan dengan yang lain.

  1. Ideasionalitas

Melanjutkan prinsip yang pertama yaitu, prisip dualitas. Ideasionalitas merupakan hubungan antara kedua tatanan realita, titik acuan dalam diri manusia adalah lingkup pemahaman. Sebagai organ dan tempat menyimpan pengetahuan, pemahaman yang      mencakup seluruh fungsi gnoseologi, seperti ingatan, hayalan, penalaran, pengamatan, intuisis, kesadaran dan sebagainya. Setiap manusia di anugerahi pemahaman. Anugerah yang cukup kuat untuk memahami kehendak Tuhan melalui salah satu atau kedua cara berikut: dimana kehendak tersebut di ungkapkan dengan kata-kata, secara langsung oleh tuhan kepada manusia, dan ketika pola tuhan dalam penciptaan, atau hukum alam, kehendak ilahi tersebut dapat di simpulkan melalui pengamatan atas penciptaan.

Pada prinsipnya,hubungan ini bersifat maknawi yang mengharuskan adanya kekuatan pemahaman pada diri manusia untuk memahami kehendak mutlak Tuhan secara tertulis didalam Al-Qur’an maupun pengamatan alam semesta.

 

  1. Teologi

Prinsip ini bersifat cosmos(dari bahasa Yunani “dunia teratur,bentu atau susunan benda”) artinya bertujuan untuk melayani tujuan penciptanya, dan melakukan hal itu berdasaran rancangan-Nya. Dunia tidak diciptaan dengan sia sia, atau main-main. Dunia memang benar-benar sebuah “osmos” suatu ciptaan yang teratur, bukan chaos. Didalamnya, kehendak pencipta selalu terwujud pola-pola-Nya terpenuhi dengan adanya kemustian hukum alam. Sebab, pola pola tersebut telah terbawa sejak lahirnya dengan cara telah ditetapkan oleh-Nya. Hal ini berlaku bagi semua makhluk kecuali manusia. Tindakan manusia adalah satu satunya contoh dimana kehendak Tuhan diaktualisasikan dengan sendirinya, melainan secara sengaja, bebas, dan suka rela. Seorang muslim  merupakan kehendak Tuhan yang tertulis dalam firman-Nya atau alam semesta mengharapkan bagi seorang muslim dapat menangkap hakekat makro-cosmos  yang menjadikan tujuan yang mendasar keberadaanya. Fungsi fisis dan psikis manusia menyatu dengan alam, mematuhi hukum-hukum yang beraitan dengannya, dengan kemestinya seperti makhluk-mahluk lainnya. Yang termasuk fungsi spiritualnya, yakni pemahaman dan tindakan moralnya, berada diluar ketentuan alam. Keduanya bergantung pada pelakunya dan mengikuti keputusannya. Aktualisasi kehendak ilahi oleh keduanya yang memiliki nillai yang secara aktualitatif berbeda dari aktualisasi yang semestinya oleh makhluk makhluk lain. Pemenuhan karena kemustihan hanya berlaku pada nilai-nilai elemental atau utiliter, akan tetapi tujuan-tujuan moral Tuhan, perintah-perintahNya kepada manusia mempunyai dasar dalam dunia nyata (fisis) dan dengan demikian mempunyai aspek utiliter tetapi bukan berarti memberi mereka sifat khas tersebut yaitu sifat moral. Tepatnya, dalam aspeknya hanya dipenuhi dengan kemerdekaan, yakni kemungkinan untuk bisa dipenuhi atau dilanggar sama terbuka untuk memberi derajat khusus kepada nilai nilai moral.

  1. Kapisitas Manusia Dalam Mengolah Alam

Segala sesuatu yang diciptakan untuk segala tujuan sebagaimana totalitas wujud, maka realisasi tujuan tersebut pasti terdapat fungsi. Karena sebuah dunia dan segala sesuatu terjadi sesuai dengan sebab dan semua sebab  terjadi secara alamiah. Manusia dengan sesama sebagai pelaku dalam tindakan moral, lingkungan harus mampu menerima tindakan efetkif dari manusia yang menjadi pelaku tindakan tersebut. Kebalikan kemampuan moral manusia untuk bertindak sebagai pelaku tanpa totalitas wujud manusia untuk melakukan tindakan moral akan mustahil dan sifat purposif dari alam semesta akan hancur dan terjadi sinisisme. [3]

 

 

 

Untuk menapai tujuan dan asumsi Tuhan adalah Tuhan, wahyu-Nya bukan merupakan travails de singe yang tidak memiliki makna, ciptaan harus malleable, dapat diubah, mampu mengubah subtansi, struktur, kondisi dan hubungan sehungga mewujudkan pola atau tujuan manusia. Semua ciptann dapat direalisasikan dari kondisi sebagaimana semestinya, kehendak/pola Tuhan adalah mutlak dalam ruang dan waktu.

  1. Tanggung Jawab dan Perhitungan

Sebagai makhluk ciptakan Tuhan, manusia berkewajiban mengubah dirinya, masyarakat dan lingkungan sesuai dengan ketentuan/aturan Tuhan karena manusia yang mampu menerima tindakan  dan mewujudkan tujuannya sehingga dapat disimpulkan manusia memikul tanggungjawab. Kewajiban moral meliputi tanggungjawab atau perhitungan. Tidak terkecuali manusia yang lalai akan tanggungjawab, perbuatan, tetap dimintai pertanggungjawaban diakhir kelak  sinisme  akan muncul perhitungan. Penanggungjawabyang merupan syarat dari kewajiban moral/ sifat imperatif moral maka muncullah sifat kenormativan itu sendiri.

Mematuhi Tuhan yaitu merealisasikan perintah-perintah-Nya dan mengaktualisasikan pola-Nya sehingga mendapatkan falah atau keberhasilan dan kebahagiaan. Jika berbuat sebaliknya tidak patuh dan lalai akan perintah Tuhan maka mengundang hukuman, penderitaan, dan kesengsaraaan akibat kegagalan.

 

Dari penjabaran diatas yang terdiri dari lima prinsip merupakan kebenaran yang merupakan tauhid  dan merupakan saripati islam. Kelima prinsip ini juga merupakan inti Hanifiyyah, inti dari semua wahyu yang turun dar ei Tuhan. Secara otomatis kebudayaan islam dibangun diatas lima prinsip tersebut, sebagai inti tauhid, prinsip-prinsip pokok yang menjadi landasan pokok bagi seluruh pengetahuan islam, etika pribadi sosial, estetika dan  kehidupan serta  tindakan muslim untuk selamanya. [4]

[1] Isma’il Raji Al-Faruqi,TAUHID,(Bandung: Pustaka,1982),hlm.10

 

[2] Isma’il Raji Al-Faruqi,TAUHID,(Bandung: Pustaka,1982),hlm.10

 

[3] Isma’il Raji Al-Faruqi,TAUHID,(Bandung: Pustaka,1982),hlm.10-11

 

[4]Isma’il Raji Al-Faruqi,TAUHID,(Bandung: Pustaka,1982),hlm.12-13

 


Tinggalkan komentar