FIQH

  1. Pengertian Ilmu Fiqih

Pengertian-Fiqih-Menurut-Bahasa-dan-Istilah-Dalam-Ilmu-FiqihKata “fiqh” secara etimologis berarti paham yang mendalam. Bila paham dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat lahiriah, maka fiqh berarti paham yang menyampaikan ilmu lahir kepada ilmu batin. Karena itulah At-Tirmidzi menyebutkan fiqh tentang sesuatu, berarti mengetahui batinnya sampai kepada kedalamannya. Kata “faqaha” atau yang berakar kepada kata itu dalam Al-Qur’an disebut dalam 20 ayat: 19 di antaranya berarti bentuk tertentu dari kedalaman paham dan kedalaman ilmu yang menyebabkan dapat diambil manfaat darinya.

Secara definitif, fiqh berarti “Ilmu tentang hukum hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dan dalil dalil yang tafsili”. Fiqh adalah apa yang dapat dicapai oleh mujtahid dengan zhan-nya, sedangkan ilmu tidak bersifat zhanni seperti fiqh. Namun karena zhan dalam fiqh ini kuat, maka ia mendekati kepada ilmu, karenanya dalam definisi ini ilmu digunakan juga untuk fiqh. Kata “tafsili” dalam definisi itu menjelaskan tentang dalil-dalil yang digunakan seorang faqih atau mujtahid dalam penggalian dan penemuannya. Karena itu, ilmu yang diperoleh orang awam dari seorang mujahid yang terlepas dari dalil tidak termasuk ke dalam pengertian fiqh. Al-amidi memberikan definisi fiqh yang berbeda dengan definisi di atas,yaitu “Ilmu tentang seperangkat hukum hukum syara’ yang bersifat furu’iyah yang berhasil didapatkan melalui penalaran atau Istidlal”. Kata “furu’iyah” dalam definisi al-amidi ini menjelaskan bahwa ilmu tentang dalil dan macam-macamnya sebagai hujah, bukanlah fiqh menurut artian ahli ushul, sekalipun yang diketahui itu adalah hukum yang bersifat nazhari.

Dengan menganalisis kedua definisi yang disebutkan di atas dapat ditemukan hakikat dari fiqh, yaitu:

  1. Fiqh itu adalah ilmu tentang hukum Allah;
  2. Yang dibicarakan adalah hal-hal yang bersifat amaliah furu’iyah;
  3. Pengetahuan tentang hukum Allah itu didasarkan kepada dalil tafsili;dan
  4. Fiqh itu digali dan ditemukan melalui penalaran dan istidlal seorang mujtahid atau fiqih. Dengan demikian, secara ringkas dapat dikatakan, “fiqh itu adalah dugaan kuat yang dicapai seorang mujtahid dalam usahanya menemukan hukum Allah.”[1]
  5. Pengertian Syari’ah

Secara etimologis syari’ah berarti “jalan ke tempat pengairan” atau “jalan yang harus diikuti”, atau “tempat lalu air di sungai”. Arti terakhir ini digunakan orang arab sampai sekarang.

Menurut para ahli, definisi syari’ah adalah segala titah Allah yang berhubungan dengan tingkah laku manusia di luar yang mengenai akhlaq. Dengan demikian, syari’ah itu nama bagi hukum-hukum yang bersifat amaliyah. Adapun syari’ah diartikan hukum amaliyah yang berbeda menurut perbedaan Rasul yang membawanya dan setiap yang datang kemudian mengoreksi yang datang lebih dahulu.

Qatadah, menurut yang diriwayatkan Al-Thabari, menggunakna kata “syari’ah” kepada hal yang menyangkut kewajiban, had, perintah dan larangan; tidak termasuk di dalmanya akidah, hikmah, dan ibarat yang tercakup dalam agama. Syaltut mengartikan syari’ah dengan “hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan Allah bagi hambap-Nya untuk diikuti dalam hubungannya dengan Allah dan dengan hubungannya dengan sesama manusia”. Dr. Farouk Abu Zeid menjelaskan bahwa syari’ah adalah “apa-apa yang ditetapkan Allah melalui lisan nabi-Nya”. Allah adalah pembuat hukum yang menyangkut kehidupan agama dan kehidupan dunia.[2]

  1. Pengertian Hukum Islam

Hukum Islam merupakan rangkaian dari kata “hukum” dan kata “Islam”. Kedua kata itu secara terpisah, merupakan kata yang digunakan dalam bahasa arab dan terdapat dalam Al-Qur’an, juga berlaku dalam bahasa Indonesia. “Hukum Islam” sebagai suatu rangkaian kata telah menjadi bahasa Indonesia yang hidup dan terpakai, namun bukan merupakan kata terpakai dalam bahasa Arab, dan tidak ditemukan dalam Al-Qur’an; juga tidak ditemukan dalam literatur bahasa Arab. Karena itu, kita tidak akan menemukan artinya secara definitif.[3]

Maka dalam ruang lingkup hukum Islam digunakan istilah Syariah Islam, yaitu “Seluruh peraturan dan tata cara kehidupan dalam Islam yang diperintahkan oleh Allah SWT yang termaktub di dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah”. Hal ini sebagaimana term hukum dalam bahasa Indonesia yaitu “Seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa, baik berupa hukum tertulis ataupun tidak tertulis seperti hukum adat”. [4]

 

  1. Perbedaan Ilmu Fiqih, Syari’ah, dan Hukum Islam

Dari pengertian syari’ah dan fikih yang telah dibahas sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki karakter masing-masing. Dilihat dari sumbernya maka syariah bersumber dari Allah SWT yaitu berupa Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam. Sedangkan fikih bersumber dari para ulama dan ahli fikih yang telah menggali hukum-hukum yang berasal dari Al-Qur’an dan Hadist. Sementara dari segi obyeknya maka syariah objeknya meliputi bukan saja batin manusia akan tetapi juga lahiriyah manusia dengan Tuhannya (ibadah). Sedangkan fikih objeknya peraturan manusia yaitu hubungan lahir antara manusia dengan manusia serta manusia dengan makhluk lainnya. Perbedaan selanjutnya adalah mengenai sanksi ketika melanggarnya, syariah sanksinya adalah pembalasan Allah SWT di akhirat, sedangkan fikih Semua norma sanksinya bersifat sekunder yaitu negara sebagai pelaksana sanksinya.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa hukum Islam adalah aturan-aturan yang datang dari Allah SWT melalui perantara para rasul-Nya yang berupa hukum-hukum yang qath’i (syariah) dan juga yang  bersifat dzanni yaitu fikih. Dengan kata lain hukum Islam adalah syariat Allah yang bersifat menyeluruh berupa hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta hukum-huukm yang dihasilkan oleh para ahli hukum Islam dengan menggunakan metode ijtihad (fikih).

[1] Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) hlm 2-5

[2] Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) hlm 1-2

[3] Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) hlm 5

[4] Mohammad Daud Ali, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di  Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004) hlm 40.


Tinggalkan komentar